Selasa, 30 Juli 2013

Preeklampsi pada kehamilan

1.Defenisi
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Preeklampsia adalah hipertensi (140/90 mmHg) dan proteinuria ( > 300/24 jam urin) yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu pada perempuan yang sebelumnya normotensi.
Preeklampsia merupakan suatu kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hipertensi dan proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu.

2. Etiologi
Teori yang mengemukakan tentang bagaimana dapat terjadi hipertensi pada kehamilan cukup banyak sehingga Zweifel (1922) menyebutkannya sebagai “disease of theory”. Karena banyaknya teori dan tidak satu pun dari teori tersebut dapat menerangkan berbagai gejala yang timbul.

Secara singkat teori-teori tersebut dijabarkan sebagai berikut  :
a. Teori genetik
Berdasarkan teori ini, komplikasi hipertensi pada kehamilan dapat diturunkan pada anak perempuannya sehingga sering terjadi hipertensi sebagai komplikasi kehamilannya. Sifat heriditernya adalah resesif sehinga tidak atau jarang terjadi pada menantunya. Kejadian hipertensi pada kehamilan berikutnya akan makin berkurang.
b. Teori imunologis
Hasil konsepsi merupakan allegraf atau benda asing tidak murni karena sebagian besar genetiknya berasal dari sel maternal, sehingga sebagian besar kehamilan berhasil dengan baik sampai aterm dan mencapai well health mother dan well born baby.
Unsur benda asing hanya berasal dari pihak suami sehingga terdapat beberapa kemungkinan terhadap hasil konsepsi :
1) Terjadi adaptasi sempurna
2) Terjadi penolakan total terhadap hasil konsepsi
3) Proses pembentukan dan invasi sel trofoblas
c. Teori iskemia regio uteroplasenter
J.Whitridge Williams 1903, melaporkan dan mengemukakan hipotesis tentang hipertensi pada kehamilan yang menyatakan bahwa terdapat toksin yang menyebabkan terjadinya gejala preeklampsia dan eklampsia. Dugaan tersebut ada benarnya mengingat saat itu belum dilakukan penelitian yang menemukan penyebab pastinya.
Demikianlah Zwefel 1922, menyebutkan preeklampsia / eklampsia sebagai penyakit teoritis karena tidak dijumpai satu teori yang dapat menerangkan semua gejala yang ditimbulkannya secara kompleks.
Hertig 1945, melaporkan bahwa dijumpai timbunan lipid yang kaya akan sel yang bergelembung yang oleh Zeek dan Assali 1950, disebut terjadi acute atherosis. Ternyata bahwa bentuk yang dikemukakan itu adalah perlukaan pada dinding arterioli.
d. Teori diet proses terjadinya hipertensi dalam kehamilan
Peranan kalium dalam hipertensi kehamilan sangat penting diperhatikan karena kekurangan kalsium dalam diet dapat memicu terjadinya hipertensi. Ibu hamil memerlukan sekitar 2-2 ½ gram kalsium setiap hari. Hal itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalsium. Kalsium berfungsi untuk membantu pertumbuhan tulang janin, mempertahankan konsentrasi dalam darah pada aktivitas kontraksi otot. Kontraksi otot pembuluh darah sangat penting karena dapat mempertahankan tekanan darah. Walaupun dalam makanan sudah cukup banyak kalsium, tetapi tidak salah jika dalam pengawasan ibu hamil ditambahkan kalsium yang mudah di olah oleh usus halusnya.
Kekurangan kalsium berkepanjangan akan menyebabkan ditariknya kalsium dari tulang dan otot untuk dapat memenuhi kebutuhan kalsium janin.

3. Prevalensi hipertensi dalam kehamilan
Kejadian hipertensi dalam kehamilan bervariasi mulai dari berbagai daerah keadaan masyarakat khususnya tentang diet dan kesehatan umumnya, bergantung pada ras, pendidikan dan pengetahuan masyarakat, kemampuan pelayanan rumah sakit dan lainnya. Secara internasional kejadian hipertensi dalam kehamilan dapat diperkirakan sebagai berikut :
a. Primigravida sekitar 7-12 %, Makin meningkat pada :
1) Hamil ganda
2) Hidramnion / hamil dengan DM
3) Kehamilan mola hidatidosa
b. Pada kehamilan multigravida 5 ½ – 8 %
Di Indonesia diperkirakan kejadian hipertensi dalam kehamilan sekitar 6 – 12 % serta sangat bervariasi dari masing-masing daerah dan hasil penelitian setiap rumah sakit.

4. Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu  :
a. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Gejala klinis preeklampsia ringan meliputi  :
1) Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih ; diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg ; diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
2) Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0.3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2).
3) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.
4) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut.
5) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklampsia berat.

b. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Gejala klinis preeklampsia berat meliputi:
1) Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih dan atau diastolik 110 mmHg atau lebih, di ukur 2 kali dengan jarak waktu sekurang-kurangnya 6 jam dan pasien dalam keadaan istirahat rebah.
2) Proteinuri 5 gr atau lebih dalam 24 jam.
3) Oliguri yaitu produksi urine 400 cc atau kurang dalam 24 jam.
4) Gangguan serebral atau gangguan penglihatan.
5) Edema paru atau sianosis.

5. Patofisiologi
Kelainan patofisiologi yang mendasari preeklampsia pada umumnya karena vasospasme. Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan / jejas endotel, yang kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endotelin, tromboksan angiotensin, dll) dan vasodilator (nitritoksida, prostasiklin, dll) serta gangguan pada sistem pembekuan darah.
Perubahan patologi berbagai organ penting menimbulkan nyeri epigastrium, nyeri kepala yang berat, sesak nafas serta terhentinya fungsi jantung. Terjadinya spasme pembuluh darah arteriol menuju organ penting dalam tubuh dapat menyebabkan mengecilnya aliran darah menuju retroplasenta sehingga menimbulkan gangguan penukaran nutrisi, CO2 dan O2 yang menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim. Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat sampai kematian janin, sedangkan spasme yang berlangsung lama dapat mengganggu pertumbuhan janin.

6. Perubahan gejala klinis dalam kehamilan
Pada preeklampsia terjadi vasokonsentrasi sehingga menimbulkan gangguan metabolisme endorgan dan secara umum terjadi perubahan patologi-anatomi (nekrosis, perdarahan, edema). Perubahan patologi-anatomi akibat nekrosis, edema dan perdarahan organ vital akan menambah beratnya manifestasi klinis dari masing-masing organ vital.
Preeklampsia dapat mengganggu banyak sistem organ, derajat keparahannya tergantung faktor medis atau obstetri. Gangguan organ pada preeklamsia meliputi.
a. Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang.
Konsep permeabilitas kapiler ekstravasasi, nekrosis, perdarahan merupakan proses penting terjadinya kerusakan pada ginjal. Spasme pembuluh darahnya menimbulkan gangguan fungsi filtrasi glomerulus menyebabkan kapilernya membengkak sehingga sel sel endotelialnya menutup lumen kapilernya. Sedangkan tubulus mengalami nekrosis dan fungsinya berkurang, dan permeabilitas kapiler mengingkat sehingga terjadi pengeluaran molekul besar (glomerulopati).

b. Kardiovaskular
CO menurun sedangkan tahanan perifer meningkat tajam. Vasokonstriksi menimbulkan berbagai variasi tahanan pembuluh darah perifer sehingga kompensasi jantung harus dapat mengatasi tahanan sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan O2.

c. Volume darah
Normalnya volume darah 5000 cc. Pada preeklampsia / eklampsia menjadi sekitar 3500 cc. Penurunan ini disebabkan oleh vasokonstriksi umum sehingga volume darah normal dan tidak mempunyai tempat. Hipertensi dalam kehamilan sensitif terhadap tambahan volume cairan, yang dapat menimbulkan hipertensi atau ekstravasasi cairan bertambah banyak.

d. Perubahan hematologis
Perlukaan pembuluh darah menyebabkan terjadi koagulasi trombosit, yang dipermudah oleh fibronektin (perekat trombosit). Timbunan fibrin mengikuti, tetapi diikuti fibrinolisis. Akibatnya terjadi trombositopenia yang memudahkan terjadi hemolisis eritrosit.

e. Faktor pembekuan
Antitrombin III turun pada preeklampsia / eklampsia. Hal ini memudahkan trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin sehingga pembekuan darah menjadi lebih cepat. Fibronektin makin meningkat sebagai glikoprotein, yang dapat melekatkan trombosit pada tempat perlukaan pembuluh darah.
f. Perubahan hormonal
Pengeluaran renin, angiotensin II dan aldosteron turun pada hipertensi dalam kehamilan. Deoxycorticosteroid (DOC) meningkat pada trisemester III, vasopressin dalam batas normal sedangkan atrial natriuric peptide, naik untuk dapat melebarkan dinding pembuluh darah bila terdapat penambahan volume darah.

g. Perubahan elektrolit dalam darah
Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan ekstravasasi plasma air dan garam. Hal ini sebagian besar disebabkan karena gangguan fungsi ginjal yang mengeluarkan protein sehingga tekanan osmotik darah menurun menimbulkan ekstravasasi air dan garam. Pada konvusi terjadi penurunan bikarbonat karena tidak terdapat kompensasi dari paru.

h. Aktivitas sel endotelial
Kerusakan endotelium pembuluh darah menyebabkan perlukaan yang meningkatkan terjadi koagulasi trombosit dan gumpalan darah yang selanjutnya diikuti lisis dan menyebabkan mioepitelium pembuluh darah sensitif terhadap vasopresor menimbulkan konstriksi.
Kapiler bertambah sifat permeabilitasnya sehingga melepaskan cairan plasma menuju ekstravaskuler dan menimbulkan edema.
Endothelium derived relaxing factor (EDRF) atau nitric oxide merupakan vasodilator yang kuat. Endotelin dibuat oleh endotelium pembuluh darah, pada preeklampsia endotelin semakin meningkat sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah.

i. Perubahan metabolisme lemak
Terjadi peningkatan lipid peroksida yang menunjukkan tingkat derajatnya penyakit komplikasi hipertensi dalam kehamilan. Dan juga terjadi peningkatan radikal bebas dan penurunan antioksidan dalam darah preeklampsia / eklampsia. Sedangkan platelet gluthathione peroxidase semakin meningkat pada hipertensi dalam kehamilan.

j. Liver
Resistensi pembuluh darah liver meningkat, permeabilitas naik dan menimbulkan edema. Hal ini menyebabkan terjadinya perdarahan periportal sistem dan perdarahan subkapsuler liver sehingga terjadi gangguan fungsi pengeluaran bromosulphtalein dan fungsi pengeluaran aspartat aminotransferase dalam serum.

k. Sistem saraf pusat
Peredaran darah otak mempunyai kemampuan untuk regulasi sendiri sehingga jumlah darahnya relatif tetap. Dalam keadaan preeklampsia / eklampsia berat kemampuan regulasinya tidak dapat menahan hipertensi. Akibatnya terjadi edema dan tekanan intakranial meningkat, perdarahan dan nekrosis. Edema dan perdarahan serta nekrosis dapat mencapai retina.
Tingginya tekanan intrakranial dapat menimbulkan herniasi medulla oblongata menuju foramen magnum sehingga menimbulkan gangguan fungsi vital.

l. HELLP sindrome
Keterlibatan liver dalam proses preeklampsia / eklampsia menunjukkan komplikasi hipertensi dalam kehamilan menjadi serius. Sebagian besar keterlibatan liver bersama dengan ginjal dan CNS.

7. Diagnosa hipertensi dalam kehamilan.
Diagnosis preeklampsia ditegakkan apabila pada seorang wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau lebih ditemukan gejala-gejala hipertensi, proteinuri, dan atau edema.
a. Preekalmpsia
1) Preeklampsia ringan :
(a) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah hamil 20 minggu
(b) Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1

2) Preeklampsia berat :
(a) Tekanan darah 160/110 mmHg
(b) Proteinuria 2.0 gr/24 jam ≥ +2
(c) Kreatinin serum diatas 1.2 mg/dl kecuali diketahui sebelumnya telah meningkat
(d) Trombosit < 100.000/mm3
(e) Mikroangiopati hemolisis (meningkatnya LDH)
(f) Meningkatnya ALT atau AST
(g) Gangguan cerebral tetap
(h) Sakit kepala
(i) Gangguan penglihatan
(j) Sakit pada epigastrium menetap

Morbili (campak)

Pengertian
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000)
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Penularan terjadi secara droplet dan kontak langsung dengan pasien. Nama lain penyakit ini adalah campak, measles, atau rubeola.
Campak yang disebut juga dengan measles atau rubeola merupakan suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh paramixovirus yang pada umumnya menyerang anak-anak. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan liur (droplet) yang terhirup.
B.     Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yaitu Rubeola yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. virus ini memiliki RNA rantai tunggal, sampai saat ini hanya ada satu serotipe yang diketahui dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Cara penularan dengan droplet infeksi.
 Faktor resiko terkena morbili adalah
1.      Daya tahan tubuh yang lemah
2.      Belum pernah terkena campak
3.      Belum pernah mendapat vaksinasi campak
C.     Manifestasi klinik
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium
1.      Stadium kataral (prodormal)
Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam ringa hingga sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapan dengan molar dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi. Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan karankula lakrimalis. Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Kadang-kadang stadium prodormal bersifat berat karena diiringi demam tinggi mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.
2.      Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papuladisertai dengan menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “BlackMeasles” yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3.      Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi
D.    Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
Manusia merupakan satu- stunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun banyak spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara percobaan. Virus masuk ke dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka membelah diri secara setempat; kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi pembelahan diri selanjutnya. Viremia primer menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi dalam system retikuloendotelial. Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel tubuh, termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal. Campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di seluruh tubuh. Sel datia berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (limfonodus, tonsil, apendiks).
Peristiwa tersebut di atas terjadi selama masa inkubasi, yang secara khas berlangsung 9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang hingga 3 minggu pada orang yang lebih tua. Mula timbul penyakit biasanya mendadak dan ditandai dengan koriza (pilek), batuk, konjungtivitis, demam, dan bercak koplik dalam mulut. Bercak koplik- patognomonik untuk campak- merupakan ulkus kecil, putih kebiruan pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah. Bercak ini mengandung sel datia, antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali.
Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air mata, sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul setelah 14 hari tepat saat antibody yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan demam turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel, tidak timbul ruam.
Keterlibatan system saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka diduga reaksi autoimun merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini.
Sebaliknya, ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otakdan hal ini biasanya bentuk fatal dari penyakit.
Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah peneesefalitis sklerotikkans subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah infeksi campak awal dan disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah infeksi campak akut. Jumlah antigen campak yang besar ditemukan dalam badaninklusi pada sel otak yang terinfeksi, tetapi paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus yang cacat adalah akibat tidak adanya pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering kali protein maatriks. Tidak diketahui mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk pemilihan virus patogenik cacat ini.
Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan panensefalitis sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan system imun untuk membasmi infeksi virus. Ekspresi antigen virus pasa permukaan sel dimodulasi oleh penambahan antibosi campak terhadap sel yang terinfeksi dengan viruscampak. Dengan menngekspresikan lebih sedikit antigen virus pada permukaan, sel- sel dapat menghindarkan diri agar tidak terbunuh oleh reaksi sitotoksik berperantara sel atau berperantara antibody tetapi dapat tetap mempertahankan informasi genetic virus.
Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut campak atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan merusak imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan respon antibody yang baik terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibody F dapat dimulai dan virus dapat menyebar dari sel ke sel melalui penyatuan. Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik imun yang dapat memperantarai campak atipik. Vaksin virus campak yang diinaktifkan tampak digunakan lagi.
E.     Pemeriksaan diagnostik
1.      Pemeriksaan fisik
2.      Pemeriksaan darah
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :
a.    Anamnesis
-       Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus dicurigai atau di diagnosis banding morbili.
-       Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.
-       Dapat disertai diare dan muntah.
-       Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis, petekie, ekimosis.
-       Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.
b.    Pemeriksaan fisik
-       Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam (biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.
-       Pada umunya anak tampak lemah.
-       Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).
-       Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam makulopapular yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka, dan kemudian seluruh tubuh.
F.      Komplikasi
-       Trakeobronkitis dan laringotrakeitis biasanya telah ada, merupakan sebagian dari manifestasi morbili.
-       Otitis media merupakan komplikasi paling sering terjadi, harus dicurigai bila demam tetap tinggi pada hari ketiga atau keempat sakit.
-       Bronkopneumonia / bronkiolitis oleh virus morbili sendiri atau infksi sekunder (oleh pneumokokus, hemofilus influenzae) dengan gejala batuk menghebat, timbul sesak nafas.
-       Aktivasi tuberkulosis laten.
-       Lain-lain (jarang) : ensefalitis, miokarditis, tromboflebitis, sindrom Guillain-Barre, dan lain-lain.
-       Ensepalitis
G.    Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
1.      Pemberian cairan yang cukup
2.      Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya komplikasi
3.      Suplemen nutrisi
4.      Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5.      Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6.      Pemberian vitamin A.
Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya komplikasi.
Campak tanpa komplikasi :
Hindari penularan
Tirah baring di tempat tidur
Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi
Campak dengan komplikasi :
1.       Ensefalopati/ensefalitis
Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis
Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolit
2.      Bronkopneumonia
Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
Oksigen nasal atau dengan masker
Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
3.      Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).
4.      Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
5.      Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.
-       Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat atau sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.
-       Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum mendapat imunisasi campak.
-       Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain seperti radang tenggorokan, flu atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.
-       Pengobatan secara simtomatik sesuai dengan gejala yang ada:
·      Antipiretik : parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam
·      Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari.
·      Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive (codein) tidak boleh digunakan.
·      Mukolitik bila perlu
·      Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat bermanfaat.
H.    Pencegahan
1.       Imunisasi aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersbut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
2.       Imunisasi pasif
Imunusasi pasif dengan serum orang dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
I.       Prognosis
Pada umumnya prognosis baik, tetapi lebih buruk pada anak dengan keadaan gizi buruk, anak yang menderita penyakit kronis atau bila disertai komplikasi.

Selasa, 16 Juli 2013

Kanker tulang


 Kanker tulang dapat menyerang tulang manapun di dalam tubuh, namun pada umumnya menyerang tulang panjang pada lengan dan tungkai.  Kanker tulang menempati prevalensi terbanyak ketiga di Indonesia (0.9 per 100.000) setelah kanker darah (2,8 per 100.000) kemudian kanker mata (2,4 per 100.000). Dimana setiap tanggal 11 April 2013 diperingati sebagai Hari Kanker Tulang di Indonesia.
Terdapat beberapa tipe kanker tulang yang dibagi berdasarkan tipe sel dimana kanker tersebut pertama kali menyerang. Tipe-tipe yang paling umum terjadi diantaranya:
  • Osteosarkoma. Berasal dari sel-sel tulang dan umumnya menyerang anak-anak dan remaja.
  • Kondrosarkoma. Berasal dari sel-sel kartilago yang umumnya ditemukan pada ujung tulang. Biasanya menyerang orang dewasa.
  • Ewing's sarkoma. Hingga saat ini belum ditemukan secara pasti darimana sel-sel penyebab Ewing's sarkoma berasal. Namun diduga berasal dari jaringan saraf yang berada diantara tulang. Umumnya menyerang anak-anak dan remaja.
Penyebab kanker tulang hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, pada kanker tulang terdapat suatu gangguan pada DNA sel. Gangguan fungsi tersebut memerintahkan sel untuk tumbuh dan membelah secara tidak beraturan. Sel-sel ini terus hidup, bermutasi dan membentuk suatu massa (tumor) yang dapat menginvasi struktur di sekitarnya ataupun menyebar ke area tubuh lainnya.

Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan prevalensi terjadinya kanker tulang, diantaranya:
  • Faktor genetik
  • Paget's disease. Merupakan suatu kondisi pre-kanker yang dapat menyerang orang dewasa.
  • Terapi radiasi untuk kanker. Paparan tinggi radiasi yang diberikan pada penderita kanker dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker tulang di kemudian hari.
Gejala - gejala kanker tulang diantaranya:
  • Nyeri tulang
  • Bengkak dan nyeri pada tulang
  • Tulang patah
  • Mudah lelah
  • Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman, seringkali kita juga terseret pada gaya hidup yang kurang sehat dan berujung pada berbagai macam penyakit, salah satunya menenggarai pencetus kanker. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk tetap bergaya hidup sehat dan rutin melakukan tes dan skrining kesehatan secara berkala agar dapat terhindar dari berbagai macam risiko paparan kanker.

Minggu, 14 Juli 2013


ATLS (advanced Trauma Life Support)
  Initial assessment (penilaian awal)
  1. Persiapan ( Preparation)
  2. Triase
  3. Primary Survey (ABCDE)
  4. Resusitasi
  5. Tambahan terhadap Primary Survey dan resusitasi
  6. Pertimbangan kemungkinan rujukan
  7. Secondary Survey,(pemeriksaan head to toe dan anamnesis)
  8. Tambahan terhadap Primary Survey
  9. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan post resusitasi
  10. Penanganan definitif (definitif Care)
  1.Persiapan (preparation)
A.Fase Pra-Rumah Sakit
    koordinasi yang baik antara dokter di RS  
    dengan petugas di lapangan
B.Fase Rumah Sakit
    Perencanaan sebelum pasien tiba di RS
    Persiapkan perlengkapan  
    laringoskop,endotracheal tube,cairan  
    kristaloid,APD (cap,gown,gloves,mask,shoe
    cover,google)
  2.TRIASE
Pemilahan pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yg tersedia
  1. Multiple Casualties                                                                                                                                                                Musibah masal dengan jumlah pasien dan beratnya cedera tidak melampaui kemempuan RS.
      B. Mass Casualties
Musibah masal dengan jumlah pasien dan beratnya luka melampaui kemampuan RS.
  3.Primary Survey (ABCDE)
A. Airway Dengan Kontrol Servical (Cervical Spine Control)
   Menilai kelancaran jalan nafas,meliputi pemeriksaan adanya obstruksi benda asing,fraktur tulang wajah,fraktur maksila,mandibula,fraktur laring atau trakea.
  GCS sama atau kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif
  Kecurigaan fraktur servical,harus dipakai alat imobilisasi (collar neck)
  B.Breathing dan Ventilasi
  Airway yg baik tidak menjamin ventilasi yg baik. Ventilasi yg baik meliputi fungsi yg baik dari paru,dinding dada dan diafragma.
  Perlukaan yg mengakibatkan gangguan ventilasi yg berat adalah tension pneumo-thorax,flail chest dgn kontusio paru dan open pneumothorax.
  C. Circulation dengan kontrol perdarahan
  1. Volume darah dan Cardiac Output
      ada 3 penemuan klinis yg dlm hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik,yaitu :
       a.tingkat kesadaran
       b.warna kulit
       c.nadi
  1. Perdarahan
Pendarahan eksternal harus dikenali dan dikelola pada primary survey
  D.Disability (Neurologic Evalution)
   Penilaian Tingkat kesadaran,ukuran dan reaksi pupil,tanda-tanda lateralisasi dan tingkat level cedera spinal.
  Penilaian GCS
  E.Exposure/Kontrol Lingkungan (Environment control)
  Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan evaluasi pasien.
  Kemudian di selimuti agar tidak hipotermia
  Diberikan cairan kristaloid intra-vena yg sudah di hangatkan
  4.Resusitasi
  1. Airway
   Airway harus dijaga dengan baik,jaw thrust atau chin lift dapat dipakai.
  Bila perlu airway definitif
B. Breathing/Ventilasi/Oksigenasi
  Pemberian oksigen bila tanpa intubasi sebaiknya oksigen diberikan dengan face-mask
C. Circulation (Dengan kontrol perdarahan)
  Kontrol perdarahan dgn perbaikan volume intravaskular
  2 IV Line,kateter IV yg dipakai harus berukuran besar
  Cairan yg digunakan cairan yg sudah dihangatkan untuk mencegah hipotermia
     
  chin lift & head tilt,jaw thrust
  5.Tambahan Pada Primary Survey Dan Resusitasi
  Tambahan pada Primary Survey meliputi 
    - Monitoring EKG
    - Kateter Urin dan Lambung
    -  Monitoring lain seperti laju
       pernafasan,Nadi,,suhu,keluaran  
       urin,Analisa  Gas Darah
    - Pulseoxymetri
    - Tekanan Darah
    - Pemeriksaan X-Ray ( chest,pelvis,C-spine),FAST.
  6.Pertimbangkan Rujukan Pasien
  Setelah Primary Survey dan resusitasi,dokter sudah mempunyai cukup informasi untuk mempertimbangkan rujukan,pada saat keputusan diambil untuk merujuk,perlu komunikasi antara petugas pengirim dan petugas penerima rujukan.
  7.Secondary Survey
Secondary Survey dilakukan setelah Primary survey selesai,resusitasi dilakukan dan ABC-nya dipastikan membaik
Head to toe examination,termasuk reevaluasi pemeriksaan tanda vital.
Pemeriksaan neurologi lengkap,termasuk mencatat skor GCS bila blm dilakukan pada survey primer
  Anamnesis
Riwayat AMPLE
    A  : Alergi
  M : Medikasi (obat yg diminum saat ini)
    P  : Past illness (penyakit penyerta)/pregnancy
    L  : Last Meal
    E  : Event/environment (lingkungan)
  Mekanisme Perlukaan sangat menentukan keadaan pasien.
Trauma Tumpul ( Blunt trauma )
Trauma Tajam (Penetrating trauma )
Cedera  karena suhu panas/dingin
Bahan berbahaya (Hazardous environment)
Pemeriksaan Fisik
  Pemeriksaan Fisik Pada Secondary Survey dilakukan berurutan mulai dari :
    - kepala
    - maksilo-fasial
    - Vertebra servikal dan leher
   - Thorax
    - Abdomen
   - Perineum/rektum/vagina
    - Musculo-skeletal
    - Neurologis
  8.Tambahan Pada Secondary Survey
Pemeriksaan Diagnostik yg lebih spesifik seperti foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas,CT Scan kepala,dada,abdomen dan spine,urografi dan angiografi, USG transesofageal,bronkhoskopi,esofagoscopi dan prosedur diagnostik lain.
  9.Re-Evaluasi
Monitoring tanda vital dan produksi urin, dewasa 0,5 cc/kgbb/jam,anak 1 cc/kgbb/jam
Penanganan rasa nyeri diberikan secara intra-vena
  10.Terapi Definitif