Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000)
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Penularan terjadi secara droplet dan kontak langsung dengan pasien. Nama lain penyakit ini adalah campak, measles, atau rubeola.
Campak yang disebut juga dengan measles atau rubeola merupakan suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh paramixovirus yang pada umumnya menyerang anak-anak. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui percikan liur (droplet) yang terhirup.
B. Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yaitu Rubeola yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. virus ini memiliki RNA rantai tunggal, sampai saat ini hanya ada satu serotipe yang diketahui dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Cara penularan dengan droplet infeksi.
Faktor resiko terkena morbili adalah
1. Daya tahan tubuh yang lemah
2. Belum pernah terkena campak
3. Belum pernah mendapat vaksinasi campak
C. Manifestasi klinik
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium
1. Stadium kataral (prodormal)
Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam ringa hingga sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapan dengan molar dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi. Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan karankula lakrimalis. Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Kadang-kadang stadium prodormal bersifat berat karena diiringi demam tinggi mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papuladisertai dengan menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “BlackMeasles” yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi
D. Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
Manusia merupakan satu- stunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun banyak spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara percobaan. Virus masuk ke dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka membelah diri secara setempat; kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi pembelahan diri selanjutnya. Viremia primer menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi dalam system retikuloendotelial. Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel tubuh, termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal. Campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di seluruh tubuh. Sel datia berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (limfonodus, tonsil, apendiks).
Peristiwa tersebut di atas terjadi selama masa inkubasi, yang secara khas berlangsung 9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang hingga 3 minggu pada orang yang lebih tua. Mula timbul penyakit biasanya mendadak dan ditandai dengan koriza (pilek), batuk, konjungtivitis, demam, dan bercak koplik dalam mulut. Bercak koplik- patognomonik untuk campak- merupakan ulkus kecil, putih kebiruan pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah. Bercak ini mengandung sel datia, antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali.
Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air mata, sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul setelah 14 hari tepat saat antibody yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan demam turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel, tidak timbul ruam.
Keterlibatan system saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka diduga reaksi autoimun merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini.
Sebaliknya, ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan cacat imunitas berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otakdan hal ini biasanya bentuk fatal dari penyakit.
Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah peneesefalitis sklerotikkans subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah infeksi campak awal dan disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah infeksi campak akut. Jumlah antigen campak yang besar ditemukan dalam badaninklusi pada sel otak yang terinfeksi, tetapi paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus yang cacat adalah akibat tidak adanya pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering kali protein maatriks. Tidak diketahui mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk pemilihan virus patogenik cacat ini.
Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan panensefalitis sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan system imun untuk membasmi infeksi virus. Ekspresi antigen virus pasa permukaan sel dimodulasi oleh penambahan antibosi campak terhadap sel yang terinfeksi dengan viruscampak. Dengan menngekspresikan lebih sedikit antigen virus pada permukaan, sel- sel dapat menghindarkan diri agar tidak terbunuh oleh reaksi sitotoksik berperantara sel atau berperantara antibody tetapi dapat tetap mempertahankan informasi genetic virus.
Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut campak atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan merusak imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan respon antibody yang baik terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibody F dapat dimulai dan virus dapat menyebar dari sel ke sel melalui penyatuan. Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik imun yang dapat memperantarai campak atipik. Vaksin virus campak yang diinaktifkan tampak digunakan lagi.
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan darah
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :
a. Anamnesis
- Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus dicurigai atau di diagnosis banding morbili.
- Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.
- Dapat disertai diare dan muntah.
- Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis, petekie, ekimosis.
- Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.
b. Pemeriksaan fisik
- Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam (biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.
- Pada umunya anak tampak lemah.
- Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).
- Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam makulopapular yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka, dan kemudian seluruh tubuh.
F. Komplikasi
- Trakeobronkitis dan laringotrakeitis biasanya telah ada, merupakan sebagian dari manifestasi morbili.
- Otitis media merupakan komplikasi paling sering terjadi, harus dicurigai bila demam tetap tinggi pada hari ketiga atau keempat sakit.
- Bronkopneumonia / bronkiolitis oleh virus morbili sendiri atau infksi sekunder (oleh pneumokokus, hemofilus influenzae) dengan gejala batuk menghebat, timbul sesak nafas.
- Aktivasi tuberkulosis laten.
- Lain-lain (jarang) : ensefalitis, miokarditis, tromboflebitis, sindrom Guillain-Barre, dan lain-lain.
- Ensepalitis
G. Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
1. Pemberian cairan yang cukup
2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya komplikasi
3. Suplemen nutrisi
4. Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5. Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6. Pemberian vitamin A.
Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya komplikasi.
Campak tanpa komplikasi :
Hindari penularan
Tirah baring di tempat tidur
Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi
Campak dengan komplikasi :
1. Ensefalopati/ensefalitis
Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis
Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolit
2. Bronkopneumonia
Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
Oksigen nasal atau dengan masker
Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
3. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).
4. Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
5. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.
- Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat atau sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.
- Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum mendapat imunisasi campak.
- Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain seperti radang tenggorokan, flu atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.
- Pengobatan secara simtomatik sesuai dengan gejala yang ada:
· Antipiretik : parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam
· Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari.
· Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive (codein) tidak boleh digunakan.
· Mukolitik bila perlu
· Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat bermanfaat.
H. Pencegahan
1. Imunisasi aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersbut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
2. Imunisasi pasif
Imunusasi pasif dengan serum orang dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
I. Prognosis
Pada umumnya prognosis baik, tetapi lebih buruk pada anak dengan keadaan gizi buruk, anak yang menderita penyakit kronis atau bila disertai komplikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar